Sabtu, 20 Juli 2013

Untold Story

Kapan kita bisa seperti ini lagi di kemudian hari? Aku sudah berencana merindukanmu dan semua ini. Kenapa zona nyaman kita baru terasa beberapa bulan terakhir? Tuhan adil? Belum berpisah saja aku sudah sering membayangkanmu di tiap lamunku. Kamu pergi sebentar saja, rasanya ingin merapal salah satu mantra Harry Potter-film favorit kita, "Accio!". Entah kamu yang akan kembali atau aku yang menghampiri. Sepertinya aku mulai mencintaimu, setelah bertahun-tahun kita kenal, sayangnya tidak saling mengenal. Kita sama-sama beranjak dewasa, mungkin itu yang mematangkan hati kita untuk saling mengenal, saling membutuhkan, dan saling mencintai. Selamanya deh.

Aku ingat, ketika kita menonton salah satu film Will Smith. Aku terus menanyaimu, apa tidak ada makhluk lain selain Will dan anjingnya? Kenapa kota itu bisa kosong? Aneh, nggak masuk akal, tapi gimana sih maksudnya? Kemudian kamu menatapku dalam, aku juga belum paham! Lalu kita tertawa, tidak peduli siapa kanan-kiri kita di tempat yang gelap dan luas itu. Yang kita lakukan hanya makan sambil melihat layar di depan. Hanya melihat layar, bukan menonton filmnya. Setelah keluar, kita bertengkar dan pulang sendiri-sendiri.

Itu beberapa tahun lalu, kenangan agak manis yang sejauh ini bisa kuingat. Tentunya sebelum zona 'sangat' nyaman ini. Aku ingat lagi, betapa ibuku hanya mengizinkanku pergi bersama satu pria saja, yaitu kamu. Kemana-mana harus bersamamu. Jelas, membosankan sekali. Tapi sekarang aku menyimpulkan, aku bosan karena kita saling diam dan jarang tertawa. Seperti sampai hari ini, tiada hari tanpa tertawa bersamamu. Apa saja bisa jadi adonan untuk kita makan kelucuan-kelucuan yang terselubung. Seperti menertawakan nada pujian (lantunan setelah adzan) mushola dekat rumah yang kita anggap lucu, karena selalu ada cengkok aneh di akhir baris. Atau, saat kita kebetulan menonton Sule di TV, apa yang dia lakukan selalu kita anggap lucu dan menciptakan tawa. Kita gila, kita gilaaa! Hahaha.

Kadang aku menangis sendiri di kamarku, menyadari kita harus berpisah. Aku harus pergi melakukan kewajibanku yang lain, yang tidak bisa kulakukan jika kamu ada di sampingku. Kamu tidak marah, kan? Semarah apapun kamu, aku harus tetap pergi. Tidak lama sebenarnya, tapi aku yakin kita akan saling merindukan. Aku sama sekali tidak berpikir bagaimana aku nanti bisa tertawa jika bukan bersamamu? Bagaimana aku pergi kemana-mana jika tidak bersamamu? Bagaimana aku makan rakus jika tidak makan makananmu? Dan akan muncul bagaimana-bagaimana yang lain, nanti.

Sekitar satu setengah bulan lagi, aku pergi. Tidak jauh dan tidak terlalu lama. Aku akan selalu berdoa yang terbaik buatmu, selalu. Mungkin aku harus menemuimu sebulan atau dua bulan sekali. Mungkin, itu jadi keharusanku, kan? Aku hanya takut. Aku takut melupakanmu, melupakan kita. Aku takut.

Deep sigh...

Adikku,










Aku menyesal telah membuang sangat banyak waktu kita untuk bertikai. Saling membenci. Saling melukai. Saling mementingkan keegoisan masing-masing. Berapa waktu kita untuk itu? Sejak bapak pergi dan kamu mulai nakal di usiamu yang masih satu setengah tahun. Sejak itu aku membenci kehadiranmu di setiap adaku. Lalu, berapa waktu kita untuk tertawa bersama? Bercanda tanpa tahu malu di tengah antrean kebab, menertawakan kespontanan orang-orang di sekitar yang 'kita anggap' lucu. Aku bisa menghitungnya dengan jariku. Aku bersyukur hitungan ini bukan per hari, di atas itu, di atasnya lagi.

Sudah aku bilang, satu setengah bulan lagi aku harus pergi untuk waktu yang terbilang lama. Aku akan jarang melihatmu bergerak, begitupun kamu. Aku harap kita bisa memanfaatkan waktu singkat itu untuk tertawa bersama..











Marisa
Untold Story, because I wrote it!