Sore itu aku menyadari, aku berlari menjauh dari
rumah demi menyatu dengan tanah gersang ini. Aku berusaha mencintainya meski
tanpa hadirnya keinginan untuk mencinta. Setiap hari terik menusuk kain baju
tebalku, menembus kulit, kemudian ke tulang. Wajah seakan terbakar, jera
kupikir untuk kembali, namun aku tetap kembali. Neraka bocor, kata mereka. Pencakar
langit terus bermunculan, di mana ada lahan, di situ terpupuk para pekerja
berkepala kuning, dan suburlah gedung-gedung yang merasa dirinya adalah
pelindung. Aku jarang berkunjung ke ibukota, namun kurasa tempat ini lebih
padat. Di rumah, aku jarang mandi sore, dingin. Tidur tanpa kipas, angin sudah
seperti orang marah, bahkan selimut pun rindu merangkul setiap malam.
Pekan ini memasuki musim hujan. Rinduku terbayang
seperti di rumah. Wangi khas hujan yang tak tergantikan, hujan siang kala tubuh
lelah berdendang, jatuhnya kepingan yang bernada. Namun, Tuhan Maha Bercanda. Sedetik
gerimis, sehari kuhabiskan waktu menunggu rombongan tetuanya, lalu datang pada sepertiga
malam, itupun hanya semenit. Tuhan Maha Bercanda. Manusia-manusia di seberang bahkan
sudah mengeluh dengan hujan yang tak henti-henti. Aku? Diam ikhlas menunggu
hujan, lalu berbicara pada diri sendiri. Kota ini ditakdirkan untuk gersang dan
tidak pernah luput dari terik penuh tusukan. Ya, aku mengerti.
Pagi ini aku bangun dan bergegas menengok keluar,
hujankah pagi tadi? Setidaknya debu-debu pagi itu tidak bermunculan menghiasi
tapal kuda perangku. Mana terasa hujan semenit? Ya ya ya, tidak hujan...
lagi...
Ketika aku menulis ini, entah datang dari mana,
dingin menusuk kulit hingga ke tulang, hidungku basah akan peluh, tapi tak ada
hujan. Kemudian muncul bayangmu...
“Hai...”, kamu mengintip dari sela-sela pintumu.
Aku tersenyum tipis, lalu mengerutkan keningku. Matamu
tidak berhenti menatap, sesekali aku merasa pipimu naik, tanda senyummu
sedikit-sedikit merekah. Dari situ kita saling mengenal. Angin sudah seperti
orang marah. Sejuk, meski hanya bisa melihat sebelah matamu, dan sedikit
sungging senyum bibirmu.
Lama-lama kamu membuka pintu semakin lebar. Tak sadar
terik, angin sudah seperti orang marah, rasanya enggan mandi sore, dingin. Sekarang
aku bisa melihat kedua matamu dan gigi-gigimu yang berjajar rapi.
“Aku suka itu...”, aku menunjuk malu padamu. Segera kamu
membuka pintu sangaaat lebar. Masih dengan mata indah itu dan senyum yang tak
ada niatku untuk melupakan. Tak peduli terik, angin sudah seperti orang marah,
mandi sore pun enggan, dan ini belum malam, namun selimutku sepertinya rindu
merangkul.
“Pintu ini aku buka selebar ini, untukmu...”, aku
meyakinimu, tak ada mau untuk sedikitpun meragu. “Tapi jangan masuk dulu...”,
kamu menambahkan. Untung aku masih selangkah dari pijakanku. Terik sudah pergi,
angin sudah seperi orang marah, mandi sore sudah tidak kupikirkan lagi, selimutku
memanggil-manggil namaku izin merangkul. Aku bersabar...
Senyummu masih seperti tadi, namun sedikit demi
sedikit memudar. Pandanganmu jadi menginterogasi. Terik memang pergi, angin
sudah seperti orang marah, titik-titik air itu akhirnya datang. Aku bertanya, “Boleh
aku berteduh?”
Kamu diam seribu ucap.
“Bukankah, pintu terbuka selebar itu untukku?”, aku
bertanya lagi.
“Ya”, kamu menjawab singkat. “Aku bilang jangan
masuk dulu”, kemudian kamu sungging senyum yang tadi. Aku mengalah.
Terik benar-benar pergi, titik-titik berkembang jadi
gerombolan yang lebih kuat. Tanpa aku bicara, kamu sudah bilang, bahwa aku
belum waktunya untuk masuk.
Terik benar-benar pergi, titik-titik berkembang jadi
gerombolan yang lebih kuat, angin sudah seperti orang marah. Kamu masih
memandangiku dan tersenyum. Lama.
“Haruskah aku pergi saja? Ini badai.”, aku bertanya.
Kamu diam.
...
...
...
“Baiklah, aku pergi...”, aku melangkah mundur.
“Pintu ini aku buka selebar ini, untukmu...”, aku
meyakinimu, tak ada mau untuk sedikitpun meragu. Tapi aku harus pergi.
Kamu membuka pintu selebar itu untukku, namun tak
sedikitpun kamu membiarkanku masuk, bahkan untuk berteduh sekalipun, ini
badai...
Bukalah pintu selebar itu, jika memang kamu
benar-benar siap.